Quantcast
Channel: little moment like this
Viewing all 100 articles
Browse latest View live

"Flight attendants prepare for landing" Wamena, Lembah Baliem, Papua - Indonesiaku #FBLB26

$
0
0


Bulan mulai muncul dari balik arak-arak awan di pagi buta ini. Long john dan jaket windproof yang saya pakai lumayan cukup melindungi tubuh saya dari hawa dingin yang semakin lama semakin terasa dingin. Arakan awan memantulkan cahaya bulan dan mempertegas bentukan-bentukannya, menyembunyikan pijar kecil bintang-bintang di langit yang lebih tinggi.

Saya dan 2 orang teman duduk di bak belakang mobil Estrada yang kami sewa, menanjak terus menyusuri jalanan berkelok menuju ketinggian 3.305 meter di atas permukaan laut. Saat ini menjelang pukul 4 dini hari dan saya merasakan kebahagiaan karena Tuhan mengijinkan saya disini memiliki moment ini.

Lebih tepatnya lagi memiliki moment-moment indah selama penjelajahan saya bersama 7 orang teman lainnya. Menghadiri Festival Budaya Lembah Baliem yang ke 26 dan tentunya mencoba mengintip beberapa celah keindahan di Lembah Baliem.
***
Read more »

Mengintip keindahan Pulau Sangiang di peta Selat Sunda, Serang, Jawa Barat - Indonesiaku

$
0
0

Pantai Pasir Panjang

Perahu kayu ini bergerak membelah Selat Sunda. Tujuan kami tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar satu setengah jam saja. Perahu bergerak perlahan dan pasti meninggalkan sisi-sisi ujung barat pulau Jawa yang penuh dengan pipa-pipa industri raksasa.

Terik matahari menyengat mencoba menembus celah-celah perahu yang tak terlindungi oleh atap terpal. Saya dan beberapa teman seperjalanan terbuai oleh ayunan ombak yang cukup keras. Tatapan saya mengarah lurus ke birunya langit tanpa noda awan di atas. Menantang dan menikmati hujaman panas sang mentari yang tercampur percikan air laut yang sejuk dan saya tersenyum. Saya siap, hati saya siap untuk perjalanan kali ini, menuju ke Pulau Sangiang.

Read more »

Sebidang Surga sedikit di Bawah Air, Pulau Hatta - Banda Neira

$
0
0


Kugerakan fin melaju perlahan, menjelajah petak-petak taman laut di pulau ini. Menikmatinya tanpa bosan dari balik google snorkeling. Mencetak ratusan moment dalam benak dan mencoba mengabadikan beberapa melalui camera underwater.

Underwater di Pulau Hatta sangat indah, dengan ragam jenis coral dan ribuan ikan yang merong-rong coral-coral itu. Area landai yang sempit, berujung pada wall yang tajam dan dalam. Hal ini mengingatkan saya pada kontur underwater di Pantai Sebanjar, Alor.

Betah rasanya berlama-lama snorkeling di sini, apalagi Moorish Idol berseliweran dimana-mana. Jika kebanyakan pencinta foto underwater berburu clownfish, maka moorish idol adalah buruan saya. Warnanya yang cerah kuning, hitam dan putih membuat moorish idol tampak mencolok di habitatnya. Tubuh berbentuk segitiga dengan ujung sirip atas yang panjang dan moncong yang cukup panjang mengerucut, membuatnya menjadi salah satu ikan yang sangat anggun dan berkharisma. Jarang saya melihat moorish idol yang berkeliaran sendirian, dan kali ini pun terlihat beberapa group kecil yang terdiri dari 2 sampai dengan 4 ekor moorish idol. Mereka berenang dengan tenang, tapi gesit, mencari beberapa suap makanan pada petak-petak coral yang terhampar panjang sekali mengikuti garis pantai Pulau Hatta, di Kepulauan Banda Neira, Maluku Tengah, Indonesia.

Saya terus melaju mengepakan fin perlahan dan di sana, hampir tersamarkan oleh warna coral, dia diam memandang saya.
Read more »

Kota Kecil dengan Segudang Sejarah dan Keindahan Taman Bawah Lautnya, Banda Neira, Maluku Tengah, Indonesiaku

$
0
0
“Penumpang yang terhormat, Selamat datang di Banda Neira” ucap sang kapten disela-sela riuhnya tepuk tangan kami, para penumpang. Sedikit norak? Yes! But who care?

Thank God, meski sedikit menegangkan, kami landing dengan sempurna. Jeda sunyi sempat menghampiri saat pesawat terbang, berkapasitas penumpang 12 orang ini, bermanuver tajam dan terguncang cukup keras mengarah ke landasan Bandara Banda Neira.

“Akhirnya sampai juga gue di sini” benak saya berujar sambil melihat tulisan Banda Neira. Impian untuk berkunjung akhirnya terwujud juga dari setahun yang lalu.

“Halo, halo selamat datang” suara seorang pria memecah perhatian saya sesaat kami memasuki ruang kedatangan di bandara kecil di Pulau Neira.
“Perkenalkan ini Abba, our host” kata Dwi, dari Tukang Jalan, dan bertemulah kami dengan Abba Rizal yang akan menjadi tuan rumah kami selama kunjungan kami di Banda Neira.
Read more »

Ambon Manise in less than 48 hours

$
0
0



“Okay guys, kami berdua pisah di sini yah”
“Have fun yah di Raja Ampat”
“Byeeee”

Saya dan Herlina, seorang teman dari trip Banda Neira akhirnya memisahkan diri dari rombongan yang akan meneruskan pergerakan ke Misool (Raja Ampat) dan Takabonarate.

Misool telah saya kunjungi setahun sebelumnya, tapi Takabonarate adalah salah satu wish list saya yang belum terkabul. Beberapa tugas corporate dan keterbatasan lain membuat saya tidak available untuk meneruskan pergerakan ke Takabonarate.

Jadi di sinilah kami berdua terdampar menunggu esok hari. Untuk saya, bertolak balik ke Jakarta dan untuk Tante Herlina, bertolak ke Pulau Kei. Damn! Hanya saya yang tidak memiliki kemungkinan melanjutkan pergerakan kemana pun selain kembali ke belakang meja di Jakarta.

Kami berdua berdiri di lobby Bandara Internasional Pattimura, Ambon dan berusaha mencari persewaan mobil.

***
Read more »

Sofa Berpola Kotak, The Sequel

$
0
0


Duduk membaca buku, dalam diam tanpa kata dan hanya bersentuhan sekali atau dua. Terkira tak perlu ada percakapan panjang untuk membuat kita nyaman dengan keberadaan masing-masing. Tanganku kadang merengkuh bahumu, kepalamu terkadang mampir bersandar sejenak di bahuku, kepalaku terkadang mencari hangatnya sentuhan kulit kakimu, jemari kakimu terkadang bermain usil di dadaku. Tersanding dengan sebuah kue kesukaan dan simple ice tea, kita berdua asik dengan dunia cerita masing-masing.

Fungsi shuffle yang aktif pada music player, sedari tadi secara acak memutar beberapa lagu koleksi kita. Dari lagu mellow kesukaanmu sampai lagu pop opera kegemaranku … dan lagu itu terputar, Lady Marmalade, soundtrack dari film Moulin Rouge. Ketenangan ruangan ini mendadak tersentak. Tercengang saat tubuh mungilmu melompat turun dari sofa yang kita duduki, melepas lilitan jemarimu di rambutku yang mulai panjang.

Kamu berjalan perlahan membelakangiku, berhenti dan menyisakan jarak 2 meter di antara kita. Secara dramatis kamu menolehkan kepalamu sedikit, mencoba melirik mencuri pandang ke arahku dengan kerling nakal. Tanganmu mulai terangkat tinggi dan bergerak perlahan bermain dengan jemarimu sendiri dan perlahan turun menelusuri lekuk tubuhmu. Meliuk mengikuti dentuman ketukan lagu itu.
Read more »

Desa Takpala, Alor, Nusa Tenggara Timur - Yang Tersisa dan Bertahan

$
0
0


Pulau Alor, sebuah pulau dari gugusan kepulauan Indonesia yang terletak di timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Alor tak pernh ada di wish list saya sebelumnya, bahkan nama pulau ini tak pernah saya dengar sebelumnya. Ketika seorang teman mengajak saya untuk bergabung dalam sebuah rombongan kecil, menjelajah ke Pulau Alor, saya sempat ragu tetapi memutuskan untuk ikut juga. Sebuah keragu-raguan yang akhirnya berujung dengan candu atas keindahan taman lautnya, keramahan penduduknya, lanskap yang cantik dan Desa Takpala.

Penjelajahan di Pulau Alor pada hari ketiga menuntun kami ke salah satu desa adat di Pulau Alor, yaitu Desa Takpala. Sebuah desa tradisional dari Suku Abui di Pulau Alor yang terletak di dataran tinggi/bukit tak jauh dari Kota Alor, sekitar kurang dari satu jam berkendara ke sana.

Dalam perjalanan ke Desa Takpala dari pusat Kota Alor, kami sempat berhenti di Pasar Kadelang. Pasar Kadelang adalah pasar tradisional yang ada di pusat Kota Alor. Pasar ini tak beda dengan pasar-pasar tradisional khas Indonesia lainnya, dimana segala macam kebutuhan pokok dan sehari-hari ditawarkan oleh sang empunya lapak-lapak yang berjumlah banyak. Kami berhenti sejenak untuk membeli sirih, pinang dan kapur sebagai bingkisan bagi penduduk Desa Takpala.

Tiba di sebidang tanah lapang di depan desa yang diperuntukkan untuk tempat parkir (dengan pemandangan yang indah), kami melihat diujung tangga batu sudah siap beberapa penduduk dengan pakaian adat mereka, siap menyambut kami.
Read more »

The Mdj's #FindingCoffeeShop #Serpong - Battle 1 (Voyage, Asagao, & Scandinavian)

$
0
0


Gue asli Malang, merantau sejak umur 24 tahun. Yogyakarta, Surabaya dan akhirnya keseret arus urbanisasi, menginjakkan kaki juga di Jakarta. Kurang lebih 9 tahun gue tinggal di Tanjungduren, Jakarta Barat, dan akhirnya settle down di Serpong.

Hobi clubbing di umur 20-an akhirnya beranjak menjadi hobi nongkrong di coffee shop aja. Entah kenapa, dulu yang suka music jedag-jedug akhirnya sekarang lebih enjoy dengerin music random dengan segelas kopi. Sebut saja cappuccino, mochaccino, coffee latte, piccolo dan americano adalah minuman kopi yang gue suka. Dari semua jenis, gue so far paling suka adalah cappuccino dan overall kopi yang gue suka adalah jenis yang pahit biasa, bukan yang asam.

Apakah gue ahli kopi? NO, gue ga ngerti kopi jenis ini itu bla bla bla. Apakah gue penggila kopi? NO, kadar gue ngopi biasa aja. Ngopinya dimana? Di kantor kalo ngantuk tak terkira dan coffee shop. Jadi siapakah gue? Gue cuman seorang yang suka ngopi aja sambil duduk-duduk di coffee shop. Biar dikata gaul? Entah percaya apa ga, gue ga merasa gaul minum kopi di coffee shop, secara tampang gue lusuh banget dibanding pengunjung lain yang sebagian tampak all out banget. Salah mereka? Ga, for me semua orang bebas nikmatin kopi apapun dan dimana pun dan pakai apapun.

Anyway, gue sudah tinggal di Serpong for 2 months lebih dan setelah keribetan pindahan dan ina inu berlalu, maka jiwa gue haus akan nongki di coffee shop lagi. Bukan coffee shop with international branded kayak Starbuck, Coffee Bean dan setipikalnya yang gue kangenin (kalo Starbuck mah ada di depan kantor). Yang gue maksud adalah coffee shop-coffee shop indie. Lokal aja dan mostly ga punya cabang.

This is my story of #FindingCoffeeShop #Serpong. Penilaian gue dan basian-basiannya murni adalah subjektifitas. In my opinion, selera itu subjektif banget jadi ga selalu bisa jadi patokan secara general. Apa yang gue bilang ok mungkin extra ordinary bagi yang lain, yang gue bilang enak mungkin sampah bagi yang lain. So semua penilaian dan review gue murni berdasarkan dari selera gue. Jadi yang ngecap gue, yang nilai gue, yang nulis gue, yang nentuin juga gue.
Read more »

The Mdj's #FindingCoffeeShop #Serpong - Battle 2 (Scandinavian, Turning Point, & Tanamera)

$
0
0


Hola, welcome to Battle 2

Gue asli Malang, merantau sejak umur 24 tahun. Yogyakarta, Surabaya dan akhirnya keseret arus urbanisasi, menginjakkan kaki juga di Jakarta. Kurang lebih 9 tahun gue tinggal di Tanjungduren, Jakarta Barat, dan akhirnya settle down di Legok nempel Serpong.

Hobi clubbing di umur 20-an akhirnya beranjak menjadi hobi nongkrong di coffee shop aja. Entah kenapa, dulu yang suka music jedag-jedug akhirnya sekarang lebih enjoy dengerin music random dengan segelas kopi. Sebut saja cappuccino, mochaccino, coffee latte, piccolo dan americano adalah minuman kopi yang gue suka. Dari semua jenis, gue so far paling suka adalah cappuccino dan overall kopi yang gue suka adalah jenis yang pahit biasa, bukan yang asam.

Apakah gue ahli kopi? NO, gue ga ngerti kopi jenis ini itu bla bla bla. Apakah gue penggila kopi? NO, kadar gue ngopi biasa aja. Ngopinya dimana? Di kantor kalo ngantuk tak terkira dan coffee shop. Jadi siapakah gue? Gue cuman seorang yang suka ngopi aja sambil duduk-duduk di coffee shop. Biar dikata gaul? Entah yah, gue ga merasa gaul minum kopi di coffee shop, secara tampang gue lusuh banget dibanding pengunjung lain yang sebagian tampak all out banget. Salah mereka? Ga, for me semua orang bebas nikmatin kopi apapun dan dimana pun dan pakai apapun.

Anyway, gue sudah tinggal di Legok nempel Serpong for 3 months (28 feb ini) dan jiwa gue haus akan nongki di coffee shop lagi. Bukan coffee shop with international branded kayak Starbuck, Coffee Bean dan setipikalnya yang gue kangenin (kalo Starbuck mah ada di depan kantor). Yang gue maksud adalah coffee shop-coffee shop indie. Lokal aja dan mostly ga punya cabang.

This is my story of #FindingCoffeeShop #Serpong. Penilaian gue dan basian-basiannya murni adalah subjektifitas. In my opinion, selera itu subjektif banget jadi ga selalu bisa jadi patokan secara general. Apa yang gue bilang ok mungkin extra ordinary bagi yang lain, yang gue bilang enak mungkin sampah bagi yang lain. So semua penilaian dan review gue murni berdasarkan dari selera gue. Jadi yang ngecap gue, yang nilai gue, yang nulis gue, yang nentuin juga gue.
Read more »

Tiongkok Kecil ini bernama Lasem, Jawa Tengah, Indonesiaku

$
0
0
Sunrise dari Masjid Jami'


Bulatan mentari mulai muncul, memetakan batasan horizon yang tak lain adalah jajaran atap-atap rumah yang membentang luas jauh ke timur. Sayap-sayap cahaya menyebar indah menerobos semua bayangan ke ufuk barat yang terjauh yang bisa digapai. Perlahan denyut kehidupan di kota kecil ini berima semakin cepat, setelah kemarin sejenak lama tertidur. Sedikit semilir angin berhembus mencoba mematahkan jaringan hawa panas yang merongrong pagi ini. Ah… terlihat sia-sia saja, seolah menjadi kepastian bahwa 2 hari ini akan dibekap oleh hawa panas pesisir Laut Jawa.

Saya duduk di pelataran Masjid Jami’ Lasem dengan peluh yang masih melekat, menikmati semua apa yang sedang terjadi. Mencoba meresapi setip detik dan setiap moment yang sedang beredar di sekeliling saya. Entah berapa tahun sudah? dua? tiga? Pastinya sudah lama ada keinginan di hati untuk berkunjung ke Tiongkok Kecil ini. Bersama dengan dua teman pejalan akhirnya saya ada di sini, Lasem.

Lasem adalah kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang, yang merupakan titik awal dari pendaratan orang Cina Daratan pertama di daratan Jawa. Lasem berada dalam lintasan jalur pantura yang terdiri dari gabungan 20 desa dalam satu kota kecamatan kecil. Dari Semarang, kami mencapai Lasem dengan bus umum yang memakan durasi perjalanan kurang lebih 3 jam dan berhenti tepat di depan Masjid Jami’. Dengan kebaikan dan ijin bapak penjaga Masjid, maka kami bertiga menumpang untuk sekedar cuci muka dan rehat sebentar di pelataran Masijd yang bersih, yang telah berdiri sejak tahun 1588.
Read more »

Solo - Highlight One Day Trip

$
0
0


Solo, salah satu kota di Indonesia yang mempunyai reputasi terbaik sebagai tempat wisata terutama ragam kulinernya. Dulu, pada awal tahun 2000an saat saya masih berdomisili di Yogyakarta, sekali atau dua saya pernah berkunjung ke Solo. Yah tetapi hanya sekedar datang untuk menghadiri resepsi pernikahan teman saja. Tak pernah terbersit keinginan untuk menjelajah mencicip semua rasa yang ada di kota batik ini.

Kunjungan kali ini pun tak lain tak bukan adalah untuk menghadiri resepsi pernikahan teman juga. Kali ini saya datang sehari sebelumnya karena ingin sejenak melihat sedikit-sedikit apa yang ditawarkan oleh kota budaya ini kepada para pejalan. Unfortunately waktu yang saya punyai sangat terbatas dan kali ini saya akan lebih menengok di area kota yangd ekat-dekat saja saja.

Saya bersama dengan dua orang teman mencoba mencicipi sebanyak mungkin kenikmatan lokal baik makanan maupun budaya yang ditawarkan oleh kota ini.
Read more »

Festival Lembah Baliem - Highlight, Baliem Valley, Wamena, Papua, Indonesiaku

$
0
0



Tak pernah saya sangka bahwa saya bisa berada di sini, berada dalam rengkuhan pegunungan perkasa yang merupakan benteng alami dari sebuah kota kecil bernama Wamena. Sebuah kota kecamatan kecil yang juga merupakan ibukota dari Kabupaten Jayawijaya, terbentang di tengah luasnya Propinsi Papua, Indonesia.

Keindahan dan keagungan lansekap Lembah Baliem telah membuat saya kagum sejak pertama kali jejak kaki saya mendarat di Bandara Wamena. Sekilas pegunungan tersebut seolah beriringan bergandeng tangan membentuk sebuah lingkaran sempurna, memandang dan menjaga lembah yang ada dalam kekapannya.

Saya dan beberapa teman datang ke Kota Wamena untuk melihat dan bergabung dalam perayaan pesta budaya yang ke 26 dari Festival Budaya Lembah Baliem, yang kali ini diadakan di Distrik Usilimo. Selama 3 hari berturut-turut saya akan dibanjiri dengan segala macam bentukan budaya yang ada dan lestari di Lembah Baliem.
Read more »

Curug Cileat, Lembah Tersembunyi di Subang, Jawa Barat, Indonesiaku

$
0
0


Curug Cileat

Matahari bergerak mendekat menuju ke tengah singgasananya, tak tampak gulungan awan yang berarti di atas sana yang kiranya bisa menjadi tabir. Peluh bermunculan, menggumpal dan jatuh membentuk aliran-aliran kecil menuju gravitasi. Sudah hampir dua jam kami berjalan melintas hutan, sawah dan semak ilalang liar, dari yang sebatas mata kaki hingga menerobos semak-semak yang lebih tinggi dari kepala saya.

“Belum sampai juga nih?”
“Aak masih jauh kah?”
“Bentar lagi, tuh suaranya sudah kedengeran”

Dan langkah kami membelok mengikuti jalan setapak tanah sempit yang sedari tadi kami telusuri. Disanalah tampak ujung jatuhan air terjun. Jutaan galon air tumpah ruah menyeruak jalur bebatuan bumi, seolah ingin kembali dalam pelukan rahim ibu bumi. Menggelegak dan jatuh menghempas.

“Wuhuuu”
“Keren”
“Tinggi banget ternyata yah”
“Heh, foto dulu dari sini supaya bisa kelihatan ujung air terjunnya”
“Iya, ntar kalo udah sampe kolamnya ga mungkin dapet nih ujungnya”
“Eh air terjun apa ini namanya tadi?”
“Air terjun Cileat”
Read more »

Mimpi Besar: Patung Garuda Wisnu Kencana - Bali

$
0
0


Bali, the island of Gods.
Siapa yang tidak tahu Bali? Siapa yang tidak ingin berkunjung ke Bali. Lebih extreme lagi, untuk sebagian turis mancanegara, Indonesia is Bali.
Begitu banyak ulasan tentang Bali. Bali dengan segudang pesona alam dan budayanya. Tak sedikit pula ulasan-ulasan tentang gemerlap aktivitas kehidupan turis, baik domestik maupun mancanegara, di Bali.

Tetapi Bali tak sebatas itu. Bali juga menyimpan sebuah mimpi. Mimpi yang telah lama ada, mimpi yang perlahan mulai terlupakan, pudar oleh waktu yang tak pernah terhenti meski sesaat. Mimpi yang seolah ter-label akan tetap menjadi sebuah mimpi tanpa ada nyatanya.

Mimpi akan sebuah icon perwujudan salah satu budaya Bali yang berbalut religi. Mimpi akan sebuah patung raksasa dengan wujud Dewa Wisnu menunggang Garuda sang perkasa. Sebuah patung dengan nama Garuda Wisnu Kencana.
Read more »

DERAWAN, a Beautiful Destination with Awesome Travel Buddy, Could I Ask for More?

$
0
0



“Eh potion gue yah”
“Tunggu mereka datang ke sini tuh”
“Itu nongol tuh, nongol tuhhhh. Hyaa gede banget”
“Kyaaaa kyaaaa”
“Haha haha aduh serem gue kesedot”
“Datang lagi tuh yang lain”
“Kyaaa kyaaaa”

Kericuhan yang terjadi tepat disebelah kapal yang berjarak tak jauh dari saya. Beberapa teman seperjalanan dan beberapa ABK tampak bergerombol antara seram dan senang ketika beberapa hiu paus (whale shark) mendekati mereka, terpancing akan ikan-ikan kecil yang dibuang dari kerambah di lautan Talisayan, Derawan.

Saya tersenyum melihat polah mereka yang kegirangan. Hati saya pun tersenyum dan terbahak, tidak hanya karena salah satu wish list saya akhirnya terkabul, tetapi snorkeling bersama dengan 5 hiu paus adalah sesuatu yang hanya bisa dijelaskan dengan satu kata: AWESOME! Snorkeling tidak akan sama lagi tanpa kehadiran hiu paus, kegemaran saya akan soft corals dan moorish idol mendadak bergeser oleh these beautiful giant creatures yang merupakan spesies ikan terbesar yang masih hidup di bumi ini (note: paus adalah mamalia bukan spesies ikan). Memiliki panjang hingga mencapai 10 meter, hiu paus adalah ikan raksasa yang cenderung jinak, gently dan tidak menyerang manusia.  
Read more »

The Mdj's #FindingCoffeeShop #Serpong - Battle 3 (Coffedential, Turning Point, & Brewster)

$
0
0


Ciao, welcome to Battle 3
 
Gue asli Malang, merantau sejak umur 24 tahun. Yogyakarta, Surabaya dan akhirnya keseret arus urbanisasi, menginjakkan kaki juga di Jakarta. Kurang lebih 9 tahun gue tinggal di Tanjungduren, Jakarta Barat, dan akhirnya settle down di Legok nempel Serpong.

Hobi clubbing di umur 20-an akhirnya beranjak menjadi hobi nongkrong di coffee shop aja. Entah kenapa, dulu yang suka music jedag-jedug akhirnya sekarang lebih enjoy dengerin music random dengan segelas kopi. Sebut saja cappuccino, mochaccino, piccolo dan americano adalah minuman kopi yang gue suka. Dari semua jenis, gue so far paling suka adalah piccolo dan overall kopi yang gue suka adalah jenis yang pahit biasa, bukan yang asam.

Apakah gue ahli kopi? NO, gue ga ngerti kopi jenis ini itu bla bla bla. Apakah gue penggila kopi? NO, kadar gue ngopi biasa aja. Ngopinya dimana? Di kantor kalo ngantuk tak terkira dan coffee shop. Jadi siapakah gue? Gue cuman seorang yang suka ngopi aja sambil duduk-duduk di coffee shop. Biar dikata gaul? Entah yah, gue ga merasa gaul minum kopi di coffee shop, secara tampang gue lusuh banget dibanding pengunjung lain yang sebagian tampak all out banget. Salah mereka? Ga, for me semua orang bebas nikmatin kopi apapun dan dimana pun dan pakai apapun.

Anyway, gue sudah tinggal di Legok nempel Serpong for more than 6 months dan jiwa gue selalu haus akan nongki di coffee shop #halah. Bukan coffee shop with international branded kayak Starbuck, Coffee Bean dan setipikalnya yang gue kangenin (kalo Starbuck mah ada di depan kantor). Yang gue maksud adalah coffee shop-coffee shop indie. Lokal aja dan mostly ga punya cabang.

This is my story of #FindingCoffeeShop #Serpong. Penilaian gue dan basian-basiannya murni adalah subjektifitas. In my opinion, selera itu subjektif banget jadi ga selalu bisa jadi patokan secara general. Apa yang gue bilang ok mungkin extra ordinary bagi yang lain, yang gue bilang enak mungkin sampah bagi yang lain. So semua penilaian dan review gue murni berdasarkan dari selera gue. Jadi yang ngecap gue, yang nilai gue, yang nulis gue, yang nentuin juga gue.

Read more »

The Mdj's #FindingCoffeeShop #Serpong - Battle 4 (Monomania, Turning Point, & Flow)

$
0
0


Gue asli Malang, merantau sejak umur 24 tahun. Yogyakarta, Surabaya dan akhirnya keseret arus urbanisasi, menginjakkan kaki juga di Jakarta. Kurang lebih 9 tahun gue tinggal di Tanjungduren, Jakarta Barat, dan akhirnya settle down di Legok nempel Serpong.

Hobi clubbing di umur 20-an akhirnya beranjak menjadi hobi nongkrong di coffee shop aja. Entah kenapa, dulu yang suka music jedag-jedug akhirnya sekarang lebih enjoy dengerin music random dengan segelas kopi. Sebut saja flat white, piccolo dan americano adalah minuman kopi yang gue suka. Dari semua jenis, gue so far paling suka adalah piccolo dan overall kopi yang gue suka adalah jenis yang pahit biasa, bukan yang asam.

Apakah gue ahli kopi? NO, gue ga ngerti kopi jenis ini itu bla bla bla. Apakah gue penggila kopi? NO, kadar gue ngopi biasa aja. Ngopinya dimana? Di kantor kalo ngantuk tak terkira dan coffee shop. Jadi siapakah gue? Gue cuman seorang yang suka ngopi aja sambil duduk-duduk di coffee shop. Biar dikata gaul? Entah yah, gue ga merasa gaul minum kopi di coffee shop, secara tampang gue lusuh banget dibanding pengunjung lain yang sebagian tampak all out banget. Salah mereka? Ga, for me semua orang bebas nikmatin kopi apapun dan dimana pun dan pakai apapun.

Anyway, jiwa gue selalu haus akan nongki di coffee shop #halah. Bukan coffee shop with international branded kayak Starbuck, Coffee Bean dan setipikalnya yang gue kangenin (kalo Starbuck mah ada di depan kantor). Yang gue maksud adalah coffee shop-coffee shop indie. Lokal aja dan mostly ga punya cabang.

This is my story of #FindingCoffeeShop #Serpong. Penilaian gue dan basian-basiannya murni adalah subjektifitas. In my opinion, selera itu subjektif banget jadi ga selalu bisa jadi patokan secara general. Apa yang gue bilang ok mungkin extra ordinary bagi yang lain, yang gue bilang enak mungkin sampah bagi yang lain. So semua penilaian dan review gue murni berdasarkan dari selera gue. Jadi yang ngecap gue, yang nilai gue, yang nulis gue, yang nentuin juga gue.

Let’s the battle begin.
Read more »

The Mdj's #FindingCoffeeShop #Serpong - Battle 5 (Double Bond, Turning Point, & Nukoff)

$
0
0


Gue asli Malang, merantau sejak umur 24 tahun. Yogyakarta, Surabaya dan akhirnya keseret arus urbanisasi, menginjakkan kaki juga di Jakarta. Kurang lebih 9 tahun gue tinggal di Tanjungduren, Jakarta Barat, dan akhirnya settle down di Legok nempel Serpong.

Hobi clubbing di umur 20-an akhirnya beranjak menjadi hobi nongkrong di coffee shop aja. Entah kenapa, dulu yang suka music jedag-jedug akhirnya sekarang lebih enjoy dengerin music random dengan segelas kopi. Sebut saja flat white, piccolo dan americano adalah minuman kopi yang gue suka. Dari semua jenis, gue so far paling suka adalah piccolo dan overall kopi yang gue suka adalah jenis yang pahit biasa, bukan yang asam.

Apakah gue ahli kopi? NO, gue ga ngerti kopi jenis ini itu bla bla bla. Apakah gue penggila kopi? NO, kadar gue ngopi biasa aja. Ngopinya dimana? Di kantor kalo ngantuk tak terkira dan coffee shop. Jadi siapakah gue? Gue cuman seorang yang suka ngopi aja sambil duduk-duduk di coffee shop. Biar dikata gaul? Entah yah, gue ga merasa gaul minum kopi di coffee shop, secara tampang gue lusuh banget dibanding pengunjung lain yang sebagian tampak all out banget. Salah mereka? Ga, for me semua orang bebas nikmatin kopi apapun dan dimana pun dan pakai apapun.

Anyway, jiwa gue selalu haus akan nongki di coffee shop #halah. Bukan coffee shop with international branded kayak Starbuck, Coffee Bean dan setipikalnya yang gue kangenin (kalo Starbuck mah ada di depan kantor). Yang gue maksud adalah coffee shop-coffee shop indie. Lokal aja dan mostly ga punya cabang.

This is my story of #FindingCoffeeShop #Serpong. Penilaian gue dan basian-basiannya murni adalah subjektifitas. In my opinion, selera itu subjektif banget jadi ga selalu bisa jadi patokan secara general. Apa yang gue bilang ok mungkin extra ordinary bagi yang lain, yang gue bilang enak mungkin sampah bagi yang lain. So semua penilaian dan review gue murni berdasarkan dari selera gue. Jadi yang ngecap gue, yang nilai gue, yang nulis gue, yang nentuin juga gue.

Let’s the battle begin.
Read more »

Sebuah cerita Travel Troopers di Situ Gunung, Sukabumi

$
0
0



Di tengah keheningan dan kedamaian siang itu, em…. atau sore yah? yah pokoknya hari itu.

“HAHAHAHA”
“Tomat” “Tomat” “Selada” “Kec…”
“HAHHHHHHH ambillll!”
“HAHAHAHA”
“Selada” “Kol” “Kol” “Tomat” “Paprika” “Kecoak” “Paprika” “Komat”
“HAH!!!! Apaan tuh komat” “HAHAHAHA” “Ambil!”
“HAHAHAHA”

Tawa yang meledak keluar tanpa penahan dalam balutan suara stereo. Tawa yang sesungguhnya, tanpa beban, tanpa keterpaksaan. Tawa sejati yang meskipun sangat mengganggu, tetapi hanya mengakibatkan dumelan kecil dari teman-teman lain yang sedang berbalut kehangatan selimut, dalam udara dingin di Situ Gunung. Tawa yang mengganggu tetapi hanya mengakibatkan tawa lanjutan dari para pedumel sendiri.

Sebuah cerita atas beragam moment meski dalam waktu yang singkat. Sebuah cerita dari sebagian anggota sebuah komunitas pejalan yang memasukkan perbincangan tentang perjalanan hanya sebagai salah satu menu pada buku menu perbincangan dan cengkrama. Apa selain tema perjalanan? Ada kehidupan, ada gossip dan ragam omongan ngalor ngidul yang sama sekali tidak bermutu bagi orang lain tapi penting bagi kami.

Laugh, Peace and Love membuat our friendship stronger, tapi Tears, War and Hate membuat our friendship unbreakable.

Sebuah prasasti digital singkat atas sebuah cerita Travel Troopers di Situ Gunung, Sukabumi.
Read more »

Sebuah Personal Itinerary, Tips & Fun Facts, 10 hari Summer Time Jelajah ke 4 Kota di Turki (Goreme – Cappadocia, Pamukkale Travertine, Ephesus – Selcuk, Istanbul)

$
0
0



Itinerary ini berawal dari Jakarta, Indonesia, pada tanggal 13 Agustus 2016 dan berakhir pada tanggal 22 Agustus 2016 (termasuk hari dalam perjalanan pergi pulang).
Kisaran informasi biaya adalah berdasarkan pada saat kejadian dan bisa berubah karena inflasi lokal, musim kedatangan, dll.
Pada itinerary ini nilai 1 Turkish Lira (TL) setara dengan (around) 4.500 IDR, 1 Euro (EUR) setara dengan 3.1 TL, dan 1 USD setara dengan 2.7 TL

Hari ke 1.
Perjalanan ini dimulai dengan terbang bersama KLM-810 (650k IDR) pada pukul 18:45 WIB dari Jakarta, Indonesia, dengan tujuan Kuala Lumpur, Malaysia.

Tips: meski memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan direct flight Jakarta – Istanbul – Jakarta, tetapi harga jauh lebih murah hingga 2 kali lipat, sehingga meski ditambah dengan biaya pesawat ngeteng Jakarta – Kuala Lumpur – Jakarta, tetap jatuhnya lebih murah hingga 40%.

Hari ke 2.
Perjalanan berlanjut pada pukul 02.00 dini hari waktu setempat dengan tujuan akhir Istanbul, Turki, bersama QR-853 (transit Doha, Qatar) dan berlanjut bersama QR-239 (6,95mio IDR – round trip). Setiba di Istanbul, bersama TK-2014 (180 TL) pada pukul 15:50 waktu setempat, kami kembali terbang ke Kayseri untuk mencapai tujuan akhir kami dalam rangkaian perjalanan panjang dari Jakarta, yaitu Goreme, Cappadocia (Kapadokya), Turki.

Tips: kali pertama, kami hanya transit di Istanbul dan membuat jalur single loop dari Istanbul, Goreme, Pamukkale, Selcuk dan kembali ke Istanbul. Kami menaruh jelajah Istanbul di belakang semata untuk efesiensi waktu dan biaya saja. 1. Biaya hotel, karena bisa mencapai Goreme di sore hari yang sama. 2. Setiba di Goreme masih bisa ada waktu buat rehat dan jalan-jalan petang di Goreme. 3. Meminimumkan jumlah bongkar muat backpack/koper kami.
Memasuki Turki, bagi passport Indonesia, dibutuhkan Visa, baik e-Visa (25.7 USD) atau VoA (25 USD).
Mata uang yang berlaku di Turki adalah Turkish Lira (TL/TRY) dan Euro (EUR), tetapi mostly yang digunakan dalam transaksi sehari-hari adalah TL. Money changer di Turki kurang lebih memberikan kurs penukaran yang sama. Jika money changer di airport memberikan kurs yang bagus, biasanya juga terdapat potongan komisi yang cukup besar. Tukarkan secukupnya dan coba cari toko-toko di kota yang bisa menukarkan EUR dengan TL. 
Peta Istanbul dan jaringan Metro bisa diambil gratis di Ataturk International Airport dan di hotel-hotel tempat Anda menginap di Istanbul.
Read more »
Viewing all 100 articles
Browse latest View live