Quantcast
Channel: little moment like this
Viewing all 100 articles
Browse latest View live

I said “Hello, how do you do?” to the land of South Sulawesi

$
0
0

Lovely morning, the sun was so bright, the sky was so blue with white tinted spots of the clouds, and for the first time I scratched the land called Sulawesi with my footsteps.

My dream finally came true after a year of doubts to visit Sulawesi, even only in South Sulawesi. Now I’m here, standing in front of Hasanuddin International Airport main gate, welcomed by dozen of shouts from taxi drivers.

The first ever of my journey in South Sulawesi would be a road trip from Makassar (Ujungpandang) city, long way up to Palopo and Tana Toraja then back again to Makassar. Joining me were my two best friends, who have been my road trip buddies since couple years back to 2003.
Read more »

"KAPAN KAWINNNNN?"

$
0
0


“Kapan kawin?”
“Nunggu apa? Keburu tua lho!”
 “Kamu gay (lesbian) yah?”
“Ntar anakmu masih kecil-kecil, kamunya sudah tua!”
… dan masih banyak lagi bentuk kata lain dari pertanyaan-pertanyaan yang serupa. Bagi kaum single (khususnya yang sudah cukup umur), pastinya sudah tidak asing dan tidak luput dari pertanyaan-pertanyaan ini, terutama pada acara-acara keluarga atau reuni.
Well, saya pun termasuk dalam kategori yang sering sekali menerima pertanyaan-pertanyaan itu.

Siapakah yang sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu? Tentunya para elderly dan teman-teman yang sudah menikah dan at least (so far) cukup atau bahagia dalam kehidupan berumah-tangganya.
Hal ini jelasnya nyata pada apa yang saya amati.
Teman dan rekan kerja yang tidak pernah menanyakan ke-single-an saya, mostly adalah mereka yang belum menikah juga atau yang telah mencicipi pahitnya kehidupan berumah tangga.
Mereka yang sedang dalam masalah rumah tangga kronis dan yang sudah divorce, malahan lebih cuek dengan status single saya dan bahkan lebih wise dalam memberi inputan tentang kata “pernikahan”.
Sempat seorang rekan kerja berkata (tidak dengan kata-kata yang sama benar) “Buat apa juga menikah jika malah memperberat kesedihan saat masih single.”
Begitu pula dengan kata-kata (yang menurut saya) bijak yang saya baca di sebuah buku (tidak dengan kata-kata yang sama benar) “kesenangan single akan digantikan dengan kesenangan berumah tangga dan kesedihan single juga akan digantikan dengan kesedihan berumah tangga.”
Read more »

Sedetik Dua Detik

$
0
0


Duduk di ruangan kerja, aku menatap pemandangan konstruksi dan rumah-rumah penduduk dari ketinggian lantai 19, bernaung langit yang cerah dengan gumpalan-gumpalan awan putih dengan semburat warna biru.
Duduk di ruangan kerja, aku ada ditengah keramaian para staff-staff keuangan yang hilir mudik layaknya para semut-semut pekerja yang tak kenal lelah memberikan yang terbaik. Aku dikelilingi oleh alunan dering telepon yang menjerit-jerit meminta diangkat, bunyi hentakan jemari-jemari tangan pada keyboard dan gelak canda, umpatan tertahan serta percakapan antar insan dalam ruangan ini.

Aku tersenyum, merasa damai dalam keramaian dunia yang telah kugeluti sejak tahun 2002 lalu dan entah apa sebabnya, senyuman yang terasa mengembang di bibir ini, membawa ingatanku kembali padamu, kepada senyumanmu, senyum untukku.
Read more »

Taman Nasional Gunung Halimun, suatu keindahan ibu bumi dalam rengkuhan rahasia si halimun.

$
0
0
Taman Nasional Gunung Halimun
Alunan musik Sunda terdengar mengalun dikejauhan, dari nada syahduh hingga keceriaan denyut musik jaipong. Angin lembut bertiup menebaskan hawa sejuknya membelai kulit, menimang-ayunkan jiwa. Sepasang mata telanjang ini terbiasa melihat horizon hilang di bawah atap-atap rumah dan gedung pencakar langit dan saat ini tak bosan-bosannya menikmati, menyerap pemandangan pegunungan, sawah, kebun teh, hutan tropis dan sungai yang tersaji. Ah … sungguh mendamaikan hati.

Bersantai menikmati sajian makan siang di atas panggung sederhana semi terbuka dengan teman-teman seperjalanan. Berbagi kisah dan tawa, layaknya teman lama, dengan teman-teman baru, tanpa ada penilaian dan hanya mengalir santai kemana pun arah cengkrama ini berlalu.

Inilah selingan yang saya butuhkan dari rutinitas perkantoran dan segala apa yang biasa merong-rong, memudarkan goresan lengkung gembira di wajah saya. Di sini sekarang, garis lengkung itu kembali menguat riang memancarkan sejatinya arti senyuman itu sendiri.

Berdua-belas kami, hasil “teman mengajak teman”, akhirnya menjejakkan langkah kami di Taman Nasional Gunung Halimun - Desa Malasari (Gunung Halimun). Umro, Setyawan, Erin, Chiss, Tika, Octa, Adi, Dian, Nat-Nat, Eka, Inda dan saya. Inilah cerita kami dari pandangan mata hati saya.

Read more »

Mount Halimun National Park, Where Everthing is Perfect in Imperfection

$
0
0
WELCOME


I heard Sundanese music being played, not far from where I was sitting, from the sounds of Sundanese’s traditional flute to the beat of Jaipong’s melody. The wind softly blew and touched my skins, brought another kind of peace in my soul. My eyes, which were familiar with the horizon turned into red on the roof tops and skyscrapers, never had enough to watch all the rice fields, tea plants, the border of rain forest and a small river passing this small village.      

Laying down on patio, enjoying my early lunch with my new fellow travel buddies. Sharing stories and laughing like an old friends without any judgment. The conversation just flew to where it’s flown away.

I need this kind of break, from the hectic office hour with its tiring politic which make smile loses its meaning. Now I smile and somehow I knew the smile was truly a smile.

We were twelve (from friend asking friend), finally put our footsteps in Halimun Mountain National Park – Malasari Village (Halimun). Umro, Setyawan, Erin, Chiss, Tika, Octa, Adi, Dian, Nat, Eka, Inda and I. This is my story about us in Halimun. 
friend asking friend

Read more »

Liburan dimana? Iya di Taman Nasional Ujung Kulon

$
0
0


Sinar cerah matahari siang menyengat semua jengkal kulit yang tak berselimutkan. Terbuai dalam ombang-ambing ombak kecil dan semilir angin laut, terayun dalam buaian keindahan celah kerajaan Poseidon.

Sunyi tanpa suara durukduk dari mesin motor kapal kayu, kami terdampar di tengah lautan. Yupe, sang empunya daya mengalami kendala sehingga kehilangan lajunya. Detik pada jam tangan terus berputar lewat 60 menit atau lebih, dan kami masih memandang bagian langit yang sama, di petak laut yang sama. Sebagian dari kami memilih berkunjung ke lembah utopis dalam lelap dan sebagian lainnya hanya memandang menyerap pemandangan laut hijau biru kelam dalam nyenyat.

“DUK … duk … dukduruduk dukdukduk” batuk dan erang sang motor memecah keheningan panjang yang disambut dengan seruan gembira para penumpang. Perjalanan kami pun berlanjut dari awal Desa Taman Jaya – Ujung Kulon menuju ke Pulau Peucang – Ujung Kulon.
Read more »

Tanjungputus, dimana saya menemukan sahabat masa kecil saya: laut

$
0
0
Tanjungputus Beach


“Selamat datang Pak, bisa dibantu?” mas mas Dunkin Donuts menyapa sambil tersenyum.
“Mau pesan minum Mas?” jawab saya sambil mata tersorot menelususri daftar menu minuman.
“Bla bla bla bla …” mas mas Dunkin Donuts, mulai menawarkan beberapa macam minuman.
“Okay, saya coba kacang hijau blended-nya” jawab saya memesan, sambil menatap nanar gambar minuman berwarna hijau muda.
“Donatnya pak?” tawar mas mas Dunkin Donuts lagi, yang saya jawab dengan penolakan dengan lambaian tangan.
“Selamat Siang Pak,” sela mbak mbak kasir dambil tersenyum manis, “Bla bla bla …” lanjutnya kembali menawarkan paket dengan sepotong donat dan kembali saya tolak.

Dengan tangan menggenggam segelas minuman, saya pun meleburkan diri ke gerombolan pejalan yang akan berkelana menjelajah area Pulau Tanjungputus – Lampung (1.5 jam dari Kota Bandar Lampung).
Read more »

Bumi Sumatera Barat, Tanah Minangkabau

$
0
0
Lembah Harau


“Randie dimana?” tanya saya ke Octa.
“Nih gue telepon.” Jawab Octa
*percakapan telepon*
“Jadi dia sudah dimana?” tanya saya lagi ke Octa
“Tuh baru berangkat, katanya 15 menit sampai.” Jawab Octa
*menunggu Randie*

***

Mobil ini melaju cukup kencang menyusuri jalanan antar kota di Provinsi Sumatera Barat menuju ke Lembah Anai. Entah dimana tepatnya sekarang, yang pasti tak jauh dari ibukota provinsi, Kota Padang. Tepat pukul 7.55 WIB, kami bertiga (saya, Randie dan Octa) mendaratkan telapak kaki kami untuk pertama kalinya di Bandara Internasional Minangkabau.
Penjelajahan kali ini, kami akan ditemani oleh temannya teman yang akan menjadi tour guide selama penorehan jejak-jejak di Sumatera Barat.

Sementara Randie dan Octa bercakap asyik dengan sang tour guide (Bayu) mengenai lokasi-lokasi gunung di Sumatera Barat, saya menikmati slide-slide yang bergerak dengan cepat pada layar jendela mobil. Jalanan dua jalur dengan satu lajur saja pada masing-masing arah diapit oleh rumah penduduk dan petak-petah hijau bagian dari sisi paling luar hutan Sumatera. Masyarakat setempat yang tampak telah menjalankan aktifitas sehari-harinya dari tadi. Orang-orang yang sama tetapi berbeda, rumah-rumah yang sama tetapi berbeda dan kegiatan harian yang sama tetapi berbeda. Ini bagian bumi Indonesia yang lain, yang disebut Sumatera Barat.
Read more »

Menjilat Ragam Kuliner di Sumatera Barat

$
0
0
 
“Selamat datang di Padang, Sumatera Barat.” sambut Bayu, si tour guide dadakan.
*adegan dan percakapan berjabat-tangan serta basa basi*
“Bla bla bla…. “ obrolan kami berempat.
“Okay sekarang mending itinerary-nya dibalik yah, hari ini kita ke Lembah Anai dulu.” tutur Bayu.
NO!” tolak saya mentah-mentah.
*hening dengan suasana awkward dan sedikit intense.
“Mas Harry, kita ke Lembah Anai dulu supaya menghindari jalanan macet di hari minggunya.” jelas Bayu.
“TIDAK!” tolak saya lagi.
*kembali hening sementara beberapa pasang mata saling menatap dengan enggan*
*Si Randie, diam-diam kentut*
“Kita sarapan dulu coyyyy, gue laper abissssss. Mana di pesawat kaga dikasih snack sama sekali.” lenguhan saya memecahkan kondisi hening.
*suasana menjadi ceria gegap gempita kembali, sujud syukur*

Note: adegan di atas LEBAY!

3 hari 2 malam di Sumatera Barat tentunya tidaklah kami lewatkan tanpa memuaskan dahaga akan sajian khas dari Tanah Minangkabau.

***
Read more »

Nyemplung yuk di area Pulau Harapan - Kepulauan Seribu DIJ

$
0
0


Sunset - Harapan Island
Cuaca cerah, matahari bersinar ceria menghunjamkan berkas-berkas hangat pijarnya. Hujan angin yang konon melanda sehari sebelumnya tampak tinggallah cerita dan kenangan yang cepat berlalu. Riak-riak landai nan tenang menina-bobokan sebagian besar penumpang kapal yang seolah tertumpuk-tumpuk dari lambung kapal hingga ke atas atap kapal.

Pandangan saya menebar, menangkap begitu banyak kepala yang tergolek pasrah atas goncangan-goncangan kecil kapal dan tak kalah banyak pula kepala yang terangguk-angguk mencoba mencari tempat bersandar yang tak ada. Jendela-jendela mata hati yang tertutup, berkelana dalam dunia angan, seolah menjanjikan perjalanan selama 3 jam meninggalkan Teluk Jakarta dan menyusuri Laut Jawa menuju ke Pulau Harapan, menjadi lebih singkat.

“Mas, bisa pinjam koreknya?” tanya bapak yang duduk disebelah saya, meminjam korek untuk teman di sebelahnya.
“Oh silahkan.” jawab saya sembari menyodorkan pematik api saya.
Dan dari sana maka sebagian besar dari setengah perjalanan, saya isi dengan berbincang-bincang dengan sang bapak, yang ternyata adalah penduduk asli di Pulau Harapan. Lain kisah dari yang bapak tersebut ceritakan, inilah cerita saya di Pulau Harapan.
Read more »

Sofa Berpola Kotak

$
0
0


“Sayang, makan yuk.” ajakku.
“Yuk, kamu maunya makan apa?” dia mengiyakan dan balas bertanya.
“Apa yah? Chinese food okay juga, tapi pingin juga makan western-westernan, bingung nih, kamu ada ide ga?” jawabku tak menentu.
“Ini aja deh.” dia menyudahi jawaban pendeknya dengan melumat bibirku dalam dan lama.
…. “Gimana?” tanyanya terengah.
“Lagi!” pintaku memaksa sambil menarik jenjang lehernya kembali dan memainkan lidahku dalam mulutnya berdansa dengan lidahnya.
Sesaat bibir kami terlepas dan nafas hangatnya menderu di pipiku.
“Sayang, aku mau main course-nya.” desahku dan mulai melepas kancing-kancing bajunya.
Dia diam dalam deru nafasnya dan tanganya mulai bermain pada resleting celana jeans-ku.

Read more »

Papandayan - Keindahan persembahan Ibu Pertiwi Indonesia-ku

$
0
0
Pemandangan di Gunung Papandayan


Kami duduk berkumpul dalam lingkaran kecil di tengah 4 tenda kami, beralasan jas hujan yang digelar menjadi pengganti tikar. Hangat dalam balutan jaket masing-masing dengan cemilan yang mulai mengisi kekosongan area tengah lingkaran kami. Saya memandang wajah-wajah yang masih menampakan keletihannya tetapi dengan sorot mata yang ceria dan bahagia menyisakan semangat berpetualang. Saya menyesap cairan kopi hitam panas yang sedikit manis, mengalir perlahan melalui gorong-gorong kerongkongan saya. Kopi hitam panas yang berkubang dalam gelas kecil saya, mengepulkan uap panasnya melayang ke atas dan berbaur dengan tirai kabut yang menyeruak masuk ke area perkemahan ini dari puncak singgasana sang tuan tanah 7 puncak pegunungan ini.

Canda dan random topic dalam obrolan petang masih mengisi waktu kami dalam suhu yang semakin dingin dan sang angin yang tak henti-hentinya bertiup seolah berputar-putar di sekeliling kami mencoba mencuri dengar apa yang tampak asyik kami bincangkan.

“Ada yang mau mie lagi?” tanya sang komandan, dan langsung dijawab berebut dengan satu kata “GUE!”
Well menu apa lagi yang terdengar lebih menggoda selain mie instant, untuk menemani raga fana ini berteman dengan udara dingin dan angin yang tak lelah mengibaskan sayap-sayapnya.

Sesiangan sebelumnya, kami berjalan dan mendaki gunung landai ini, serta membuka tenda di tanah lapang bernama Pondok Saladah, area datar yang dikelilingi oleh ilalang gunung dan semak-semak Edelweiss. Di sinilah kami berada, Gunung Papandayan.
Read more »

on The Road to Ijen, Baluran and Bromo

$
0
0



Malam kelam dengan sedikit sinaran bulan, dihiasi oleh kerlip kecil bintang-bintang yang bertaburan di kanvas langit yang hitam. Ramainya jalan raya dengan blitz-blitz sinar lampu dari kendaraan bermotor semakin berkurang dan hilang di kejauhan, tertinggal dalam laju kami menyusuri jalanan 2 lajur, membelah daerah-daerah yang masih alami dan belum tersentuh oleh beton-beton bertingkat. Dalam bayang-bayangannya hanya tampak pantulan pohon-pohon tinggi menjulang, mencoba menyentuh langit yang konon tak berbatas.

Kujulurkan kepala ini sedikit melalui jendela mobil yang terbuka. Sejenak kurasakan hempasan udara dingin segar di paras muka telanjang ini dan melongok melihat indahnya ribuan bintang bertaburan yang tak mungkin aku nikmati setiap hari. Hidup dan tinggal dalam himpitan beton dengan udara panas berpolusi dan langit yang selalu tertutup lembayung polusi itu sendiri. Kutolehkan kepalaku ke bangku belakang dan seketika ucapanku tertahan, tersenyum melihat 5 kepala yang tergolek, dalam perkelanaannya di dunia sana, bergerak mengikuti irama goncangan mobil ini.
Read more »

Aku Pernah dan Aku Diam

$
0
0


Kupandang wajah bulat itu di cermin.
Kupandang senyum pada kanvas wajah itu ketika segaris bulan sabit tergambar.
Kupandang semua lekuk dan bentuk wajah itu.

Ku desahkan nafasku panjang, menciptakan embun yang memburamkan bayangan di cermin.
Biarlah bayangan itu selamanya menjadi bayangan.
Biarlah bayangan itu selamanya tersembunyi dalam buram.

Pernahkah kau melakukannya? Aku pernah dan aku diam.
Terlahir sebagai anak laki-laki ke dua dalam keluarga. 
Terlahir sebagai anak laki-laki yang itu dalam keluarga.
Terlahir sebagai anak laki-laki carut dalam keluarga.
Pernahkah kau menerimanya? Aku pernah dan aku diam, inilah takdirku.
Read more »

Tanjungputus, where I found my childhood’s best friend: SEA

$
0
0


Tanjungputus Sea
“Welcome sir, may I take your order?” the cashier at Dunkin Donuts greeted me with his big smile.
“Yeah, I like to order some cold beverage.” I replied while looking at menu board.
“Bla bla bla bla ….” The cashier directly offered me many kind of cold beverages.
“Okay, I try Green Beans Ice Blended.” I ordered.
“Donuts?” the cashier added while he was inputting my order.
“Ah, no thanks.” I replied with no no hand waves.

With a cup of green beans ice blended in my hand, I sat around the table which was full already by my friends (some are new) who joined this trip. Trip to Tanjungputus Island – Lampung – Sumatera (about 1,5 hour from Bandar Lampung City).

It’s always a pleasure and awesome to share our stories with other travelers. We talked about how we got there and the beauty of the destination itself. We compared the cost without any “cheapest” competition; just being fair compared the cost and the facilities. We shared about couple destinations that we had been visited, shared tips and information, etc.

There we were, twenty five of us, gathered and just about to start our journey with 3 hour bus-ride from West Jakarta to Merak Harbor. From The Merak Harbor we continued the journey by a ferry, crossed the Sunda Strait to Bakauheni Harbor and passed Bandar Lampung City by mini buses to Ketapang Dock. We still had to ride a wooden single motor boat to Tanjungputus Island. Yeah it was quite long journey to Tanjungputus Island from Jakarta (around 10 hour).
The worst thing was, I forgot to bring either my ipod or books, while I found that night was one of my insomnia nights.
Read more »

On THe Road Again - to The East (Malang City, Ijen Crater, Baluran National Park and Bromo Crater)

$
0
0
Bekol Savannah - Baluran National Park



The sky was dark with a beam of moonlight. The stars twinkled and were spread in the dark sky. The urban traffic with beam of thousands of cars slowly decreasing then disappearing once we drove onto two sides of road into nature areas, which haven't been touched yet by concrete blocks and modernization. The road was showing the shadow of tall trees which seem wanting to touch the limitless sky.     

I opened the window and felt the cold breeze wind touching my bare face skin. Enjoying all the natural beauty of stars, which I hardly see daily. Having been living inside the jungle of skyscrapers, I am used to breathe hot air with its pollution with foggy sky upon me. I turned my head to the back seats and smiled. 5 sleeping heads followed this shaky car and it seemed their soul travelling deep into their land of dream. The lands of adventurous stories were made.
Read more »

The Taste of West Sumatera - Indonesia

$
0
0


“Welcome to Padang and West Sumatera.” Bayu, the local tour guide welcomed us.
*handshakes and how are you thingy*
“Bla bla bla …” we talked to each other.
“Okay, we have to adjust to the schedule a little bit and now we are heading to Anai Valley.” Bayu said to us.
“Nope.” I replied.
“Harry, I think we have to go to Anai Valley first to avoid bad traffic jam.” Bayu answered.
“No before we find something to eat, I'm starving to dead.

3 days 2 nights in West Sumatera, in our road trip, crossing this province and indeed the culinary is one of many unique and delicious culinaries in Indonesia. The Cuisines, Beverages and Snacks of Minangkabau.

Read more »

Papandayan - The Beauty of Mother Nature, My Indonesia

$
0
0


We sat down in little circle, between our tents, and took one of our raincoats as our carpet. Warmed in wool jacket, I looked at the faces in the circle. They looked so tired yet so happy and cheerful. I could see in those eyes that they still had strong enthusiasm of this tiring trip. I sipped my black coffee, with light taste of sweet, flowed run into my throat. A cup of hot black coffee, so dark and so perfect with its steam flew up, up and up, blended into curtain of mist which came passed our camping ground. We sat down in little circle, here on the plain of Seven Peak Mountain’s throne.

Jokes and random topics in our chat, definitely, warmed us up in weather which was getting chillier every second. The wind circling around us, blew stronger every second, eavesdropped every rumors that we talked about.

“Does anyone want some instant noodle?” the commander shouted and directly replied by everyone who heard it, with “Me, me, me.”
Well, I think instant soup noodle was the perfect snack in this chilly and windy weather.

Back to the early afternoon, we had walked, trekked and hiked the mountain and set the camps in plain. It called Pondok Saladah which was surrounded with weeds, trees and edelweiss bushes. Here we were, in Papandayan Mountain.
Read more »

Di Suatu Hari - 4 Babak dan 4 Cerita

$
0
0




Prolog

“Heeeeyyy guys long weekend, jalan yuk” (mengacu pada hari Sabtu tanggal 19 April 2014)
“Iya yuk, muter-muter dalam kota Jakarta aje ye”
“Siapa aja nih, semobil cukup ga yah? haha”
“Nih ada Donal, Tyo, Astrid, Ulfa, Hardi, Harry, trus siapa lagi?”

2 minggu kemudian

“Besok jangan lupa yah, ketemunya jam 7.30 pagi, jangan molor”
“Iya, okidoki”
“Pakai celana pendek apa yah?”
“Eh si Dimas mungkin sore mau join, tapi si Tyo mungkin misah pas siang”
“Jalur sih udah kayak plan tapi ntar realisasinya suka-suka deh yah”

1 hari dalam masa long weekend ini, kami akan singgah ke 4 lokasi di Jakarta. Kami akan menulis cerita-cerita kecil dalam 4 babak.
Read more »

Kau Dingin

$
0
0


Kau diam, diam dan diam
Bergeming hadapku
Abaikan semua kata cintaku
Berbahasa dalam angan dan duniamu saja

Usai bagiku untukmu
Senyummu telah pergi dari lukisan wajahmu
Kilau matamu telah padam dari danau matamu

Merobek segala harapan
Memupuskan segala keinginan
Dinginmu mematri luka semakin dalam
Read more »
Viewing all 100 articles
Browse latest View live